Menu

 

Orang Tua Berbeda Pola Asuh

 









Audy Jo


"Malas bangun, Ma!" Noni cantik menggeliat dalam selimut, ketika dibangunkan oleh Mamanya, Shinta.

 

    Hari ini Noni malas bangun pagi. Rasanya masih kurang tidur. Kemaren seharian diajak pergi ke luar kota. Padahal dalam perjalanan pulang, sudah tidur. Tetapi beda barangkali dengan tidur sebenarnya.

    "Besok saja sekolahnya. hari ini minta izin dulu,' sambungnya lagi. Shinta sebagai mamanya sudah hapal dengan kelakuan Noni ini. Anak cantiknya kalau sudah urusan bangun pagi pergi sekolah pasti ... susah dibangunin.

    Sebagai orang tua, Shinta dan Bram memang tidak mau memaksakan putri mereka. Harus bangun pagi pergi sekolah, tergantung dari diri Noni saja. Kalau dipaksa bisa cemberut seharian deh! Shinta mengeleng-gelengkan kepala ketika mendengar jawaban dari Noni. Hari ini tidak mau sekolah.

    Wali kelasnya pernah bertanya ke Shinta dan Bram, mengapa Noni suka bolos sekolah. Padahal kalaupun terlambat, bisa kok masuk asal beritahu sebelumnya kalau akan terlambat masuk ke sekolah. Jadi jangan sampai tidak masuk, begitu penjelasan wali kelasnya.

    Karena sudah ada izin dari wali kelasnya seperti itu, jadi kalau Noni bangun terlambat, biasanya Shinta akan buru-buru menginformasikan kalau anaknya sedikit terlambat, sehingga nanti pintu gerbangnya bisa dibuka.

    ***

    Menjadi orang tua memang tidak mudah. Namanya juga baru pertama kali jadi orang tua, tentu banyak trial dan error yang didapat. Cara yang dipakai pun beragam. Kadang cara yang satu lebih pas, kadang cara itu tidak pas dengan anak yang satu lagi. 

    Memang sih banyak ilmu parenting yang bisa kita pelajari, tetapi tetap saja semua harus dicoba dulu, karena anatara orang tua satu dengan orang tua lainnya, belum tentu sama kasusnya.

    Beruntungnya saya karena banyak informasi yang saya cari bisa dicoba cara didiknya ke anak-anak. Meskipun ada juga pertentangan dengan papanya anak-anak, bagaimana memilih pola asuh yang cocok dengan mereka.

    Baca juga : Pola Asuh Mama yang Berbeda

    anak-anak diiumpamakan kertas kosong, mereka harus diisi dengan berbagai ilmu yang bermanfaat. Sebelum saya menjadi orang tua, banyak informasi yang perlu saya pelajari. Mulai dari pelajaran cara membesarkan bayi. Tentu mendengar kata" bayi" saja sudah berapa ribu apa juta ilmu yang bertebaran. Bagaimana cara mengurus bayi, mulai dari lahir, memberikan susu, cara dia berjalan, memandaikannya, memberi makanan pertama dan seterusnya. Itu baru dari satu kata "Bayi", belum lagi masuk kata "Balita" duh ... duh ... ternyata banyak ilmu yang sudah saya serap dari semua penulis buku.

    Sambil harap-harap cemas, ketika bayi itu sudah lahir, mulailah apa yang pernah saya baca, sayap raktekkan. Masih beruntung buat saya, karena masih ada Ibunda yang membantu saya dalam mengurus buah hati. Tetapi yah begitulah dengan para orang tua zaman dulu banyak larangan yang mengikuti, sesuai dengan zamannya nenek moyang dulu. Mulai dari tali pusar yang harus disembunyikan dalam guci kecil. Masukan alat tulis atau apapun, supaya bayi yang baru lahir akan menjadi apa yang diinginkan orang tua. 

    Baca juga : Kesuksesan akibat Kecerewatan sang Ibu

    Sambil menulis ini, saya masih mengingat -ingat, apakah saya pernah melakukannnya? atau memang sudah pernah, terus apa yang say masukan, apa pensil atau pulpen? Duh sayang kalau begitu! Mustinya saya masukan stetoskop biar menjadi seorang dokter. Kalaupun memasukan pulpen atau pensil apa memasukan penggaris atau meteran ya? Supaya dia jadi Arsitek?!

    Superstition! Tahayul!

    Percaya tidak percaya! Tetapi kalau orang tua sudah bicara, apa saya harus melawan? Pernahkah seperti saya? Atau memang harus dituruti? Saya minta ampun kepada yang Kuasa, kalau saya berbuat salah. Semoga anak-anak saya semua berhasil dalam hidupnya.

    Sebetulnya masih terngiang ... ada perkataan yang bilang anak perermpuan itu enggak usah terlalu tinggi-tinggi sekolahnya, nanti akhirnya juga masuk dapur! Pernah dengar kalimat ini? Di salah satu sisi saya tidak setuju, di sisi lain kok memang ada kenyataanya di depan mata. Saya ambil hikmah positif saja. Ketika anak perempuan bersekolah tinggi itu untuk mmeperbaiki cara pandang seorang anaak ketika dia dewasa. Kalau seorang ibunya pintar, anak-anak yang dilahirkan pun akan menjadi pintar. Percaya? Sok atuh lihat Pak Presiden kita! Siapa yang melairkan beliau? Ibundanya, siapa yang mengurusnya , mengajarkannya coba cek sudah pasti ibunya. Jadi kalau [ara ibu semua pintar, pasti anak-anakya pintar.

    Baca juga : Mengapa Diajarkan Ketrampilan


    Untuk menjadikan anak-anak mempunyai karakter positif:

    1. Orang tua harus menjadi teladan yang baik

    Di depan anak, ayah dan ibu harus selalu saling kompak, kalaupun ada perbedaan jangan ditunjukkan di depan mereka. Masuk kamar untuk mendiskusikan.

    Gampangkah melakukannya? Saya sedikit kesulitan ketika mempraktekannya. Tetapi garis besar masih berjalan mulus. Banyak peluk, cium yang kami perlihatkan. Sehingga ketika mereka besar dan memilih pasangan hidup mereka akan mengambil sifat baik yang mereka lihat dari orang tuanya.

    2. Jangan memanjakan anak-anak

    Ah, ini sulit buat kami berdua. Karena kedua anak kami dapatkan dengan pnantian yang panjang. Tetapi kami berusaha untuk bisa mengerem kebiasaan buruk untuk memanjakan mereka. Meskipun terlambat, saat ini mereka juga bisa mengerti dan belajar untuk lebih mandiri. Semua terlihat baik sampai saat ini, ketika apa yang mereka inginkan tidak tercapai, mereka berbesar hati, dan bisa menerima. Bersabar untuk menanti.

    3. Quality Time

    Beruntung saya dan suami, kebanyakan suami sering berbicara dengan mereka. dari mereka kecil. Menjadi sebuah kebiasaan yang kami ajarkan, untuk mereka bercerita. Sampai mereka dewasa, cara mereka bercerita tidak pernah berhenti. Setiap mereka keluar rumah dan kembali ke rumah. cerita pengalaman mereka tidak akan berhenti sampai semuanya diceritakan. Empati yang besar mereka punyai. Anak-anak belajar berbagi.

    Masalah yang ada sekarang, kami semua belum bisa mengimbangi dengan kemajuan tehnologi gawai yang lebih kencang dengan informasi beragam di luaran sana.


    Sebagai orang tua enggak gampang juga melakukan apa yang diajarkan oleh ilmu parenting. Kadang sebagai ibu, ketika capai dan anak pulang, mereka tidak akan berhenti bercerita sampai selesai kalau belum habis bahannya. Wajah tersenyum harus selalu diberikan untuk anak-anak. Apalagi dengan jawaban yang pantas untuk membalas cerita mereka itu adalah cara untuk menghargai mereka. sSbagai ibu harus mendengarkan apa yang mereka ceritakan.

    Baca juga : Melawan Emosi Kejiwaan yang Terpendam


    Kadang Orang tua juga perlu :

    1. Me Time

    Enggak ada salahnya sebagai orang tua ada waktu untuk sendiri alias "me time" bahasa kerennya. Memikirkan diri sendiri juga perlu, ada waktu jeda untuk berisitirahat. Karena bisa mempengaruhi  cara kita berbicara kepada anak-anak. Apalagi ketika kita mendapat berita tidak mengenakan, atau baru bertemu teman dan kelompok lainnya di luaran sana, terus kemarahan itu kita bawa pulang. Tentu akan ada perselisihan yang terjadi di dalam rumah.

    2. Mendengarkan

    Kadang saya masih terlupakan, masih memkai pola didikan lama. "Kamu harus mendengarkan saya berbicara! Kamu jangan ngomong kalau orang tua belum selesai ngomong!" Anak zaman sekrang tidak bisa digitukan! Mereka akan mulai membalas dengan kata-kata yang lebih menyakitikan. Informasi dari google bisa mereka sampaikan secara gamblang. Dan saya pernah mengalaminya, akhirya saya hanya bisa menangis. 

    3. Memberikan Lingkungan yang positif

    Untuk melindungi anak-anak dari lingkungan yang kurang baik, kami arahkan mereka untuk melakukan pelayanan di gereja. Sejak mereka kecil sudah kami arahakan, menjadi penyanyi atau menjadi penerima tamu. Belajar untuk berempati terhadapa orang lain. Belajar untuk menghormati orang lain. Tahu membawakan diri ketika ada orang yang lebih tua dan orang yang harus dihormati.

    Baca juga : Roller Coaster in Life


    'nd

    Harapan sebagai orang tua, kami tetap bersemangat dalam mendidik mereka. Banyak ilmu yang harus secepatnya kami berikan. Tetapi memang tidak mudah karena belum tentu mereka mau menerima. Apalagi dengan pola pikir yang kuni kadang bertabrakan dengan pola pikir mereka yang modern.

    Bagaimana para ibu di luar sana? Sama enggak nih pola pikir kita?


    Love, Audy 

    Ref:
    Prenagen com
    Share:

    0 Comments:

    Posting Komentar

    AJPena Online Class

    Buletin My World

    Klik Ikuti - Untuk Cerita Terbaru

    Ebook Audy Jo







    Klik Gambar Buku untuk Beli
    Pembayaran via : CC, Alfamart, GoPay, OVO

    Advertisement