Menu

 

Cerita Saat Libur

 





Audy Jo

Memasuki hari libur untuk menyambut lebaran, merupakan sebuah perubahan dalam gaya hidup sehari-hari. Yang biasanya lebih banyak bekerja di atas meja dengan semuat peralatan elektronik. Sekarang ada jeda yang harus dilakukan. 

Para orang tua, ayah dan ibu harus bersama-sama menyingsingkan lengan baju, memutar roda rumah tangga khususnya area dapur dan baju. Maksudnya mulai saling bergotong royong menyiapkan masakan dan mencuci, menjemur, dan strika baju.

Kalau memang sudah biasa saling membantu di antara suami isteri, tentu bukan masalah yang besar. Segala masalah sudah pasti semuanya mudah diselesaikan.

Tidak pergi kemana-mana merupakan keuntungan bagi satu keluarga, bisa menghemat uang juga menjaga kesehatan. Sudah kebayang capeknya ketika satu keluarga harus pergi berlibur, menjaga anak-anak, karena yang biasanya memakai baby sitter sekarang semua dikerjakan sendiri. Rasanya bukan liburan idaman.

"Ada yang isterinya tertinggal di warung! Ada anak yang tertinggal juga!' Weeh! berita yang menggemparkan. Ketika semua orang mudik, sangking terburu-buru karena ketakutan kena macet di jalan. Lah, enggak habis pikir ketika orang terkasih sampai tertinggal. Apakah hubungan antara keluarga kurang harmonis? Ah masa! 

Belum habis berita tentang mudik lebaran, adalagi berita seorang anak ditinggal, lebih tepatnya dibuang di pinggir jalan. Masih berumur 3 tahun. Bocah itu diketemukan oleh pengendara yang sedang melintasi jalan. Dia sedang tiduran di pinggir jalan, dengan badan yang kurus.

Saya hanya melihat judulnya saja, tidak mau membaca lebih lanjut, enggak kuat! Mengapa beritanya ditinggalkan orang tuanya? Apa karena tidak sanggup membiayai si anak? Daripada dibuang di pinggir jalan taruhlah di kantor polisi atau panti asuhan. Atau memang cara tercepat si anak bisa ditolong orang kalau dibuang di pinggir jalan ya? Suatu pemikiran yang aneh buat si pelaku.

Di bulan kemenangan khusus untuk umat muslim, berjuang melawan godaan hawa nafsu ketika harus berhadapan dengan keinginan duniawi. Bangga ketika menang dalam 'pertempuran'. 

Merayakan dengan kemenangan yang kadang lepas kendali. Tadinya dikekang selama bulan Ramadhan. Sungguh berharap tidak hanya setahun sekali mengekang hawa nafsu di bulan Ramadhan saja. Malah sekarang kembali normal kembali ke kehidupan yang biasa lagi.

Paling sulit mengekang mulut ketika ada suatu peristiwa yang mengegerkan. Media sosial banyak yang menuliskan dengan bahasa nyinyir menghakimi orang lain. Ada yang tidak memaafkan anaknya, karena sudah menyakiti hatinya. Tidak mau memaafkan. Loh kok, dia dengan santainya memakai penutup kepala membagikan kebaikannya biar dapat pahala. Bagaimana bisa begitu? Di salah satu sisi tidak memafkan anaknya, di salah satu sisi lain berkoar-koar mau mendapatkan pahala. 

Sudahlah enggak usah memikirkan orang lain! Begitu biasanya ketika banyak cerita yang saya sampaikan kepada Hubby. Biarkan saja, barangkali maunya begitu. Yang penting diri kita baik-baik saja. 

Saya memang terlalu memperhatikan ketidak adilan di sekitar saya. Hanya bisa ngomong dan dituliskan. Mau berbuat banyak juga kadang nanti disalah artikan. Jadi lebih baik dengan komunitas kecil saja. Itu juga bukan dengan gaya yang seperti para 'sultan' di sana. Hanya memberikan apa yang kami punya. 

Nasehat yang sesuai untuk teman yang membutuhkan. Ketika persoalan yang mereka hadapi sudah kami lalui. Meskipun masih banyak PR yang belum bisa semua kami selesaikan. Kadang masih malu menghadapi semua orang.

Berusaha dengan apa yang ada pada kami juga sedikit sulit, masih tumpang tindih. Kadang patah semangat, tetapi dikuatkan lagi. Membuat semangat untuk diri sendiri menghadapi hidup ini, melihat sekeliling masih ada yang lebih sulit dari kami.


Love, Audy


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

AJPena Online Class

Cerita Lain di Blog

Buletin My World

Klik Ikuti - Untuk Cerita Terbaru

Ebook Audy Jo







Klik Gambar Buku untuk Beli
Pembayaran via : CC, Alfamart, GoPay, OVO

Advertisement