Menu

 

Pantas dan Tidak Pantas

 




Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Baru saja saya terima berita duka dari ..., telah meninggal .... 

Mendaparkan kabar buruk paling tidak menyenangkan. 

Membuat kegelisahan di hati yang dalam. Ada perasaan yang bercampur aduk. Rasa sedih, marah, bingung, tak percaya, pertanyaan yang bercampuraduk di benak, "Menagapa bisa, kenapa, kok tidak dilakukan ini ... itu ... kenapa salah langkah!" Banyak pertanyaan yang dijawab sendiri tanpa  puas dengan asumsi sendiri.

Kalau sudah begini saya suka bingung langkah ap yang saya harus ambil. Berangkat sekarang menuju .... atau menunggu semuanya reda? 

Ketika suasana masih kalut, rasanya semua sekeliling menjadi gelap. Tidak perduli ada kolega yang datang menyalami... tatapan kosong biasanya diterima oleh pra kolega yang menyampaikan rasa bela sungkawa.

Sebagai non muslim, ada beberapa tata cara yang berbeda. 

Ini cerita dari sudut pandang saya ketika meninggalnya Alm. Ayahanda dan adik ipar saya.  Memang sih ketika keluar dari rumah sakit dibersihkan dulu ... entah itu dibalsem dulu didandani supya ketika sampai rumah sudah rapih penampilannya. 

Kadang mau datang ke rumah yang berduka harus diperhatikan juga rumahnya. Apa kecil atau besar. Kasihan juga kalau sampai tumpah ruah membludak menganggu para tetangga. Belum lagi memperhatikan konsumsi yang disediakan tuan rumah. Beruntung lah kalau ada yang mempersiapkannya.

Saya pikir dengan tiba-tiba saya pergi tidak akan ada gunanya, karena yang sudah pergi tidak akan kembali lagi. Belasungkawa hanya diberikan kepada keluarga yang ditinggalkan. Waktu berkunjung pun bisa disesuaikan. Saya rasa ketika sudah mulai tidak terlalu banyak orang bisa kita datangi untuk mengucapkan rasa bela sungkawa.

Pengalaman yang saya rasakan ... ketika masih banyak pelayat, kesedihan itu tidak terasa. Ketika satu persatu para pelayat yang berkumpul mulai pergi ... nah di saat seperti ini pikiran mulai berimajinasi. Biasanya kesedihan mulai mengganggu di benak keluarga yang ditinggalkan.

Ada pepatah atau kelimat yang selalu terngiang di benak saya. "Prcuma menangisi orang yang sudah pergi! Mustinya sewaktu dia masih hidup, tunjukkan kasih sayang mu!"

Jadi kadang ada yang menangis meraung raung di nisan rasanya ... sudahlah! Penyesalan itu memang selalu terlambat datangnya.

Belajar mulai dari sekarang untuk menyayangi orang-orang di sekliling kita. Meskipun saya punya prinsip sedikit berbeda. Tidak mau terlalu mengumbar karena ketika saya pergi ... tidak akan ada perasaan ditinggalkan. 

Sebetulnya prinsip ini selalu ditentang oleh Hubby

Dengan keadaan keluarga kecil kami, prinsip ini tidak berlaku katanya. Coba cek! Mendapatkan keturunan dengan rentang waktu begitu lama ... mustinya kasih sayang harus ditunjukkan dengan lebih ... prinsip saya tidak berlaku di sini! Jadi tunjukkan bahwa saya harus lebih Mengasihi mereka! Dilema huat saya. 

Bagaimana ada nasehat buat saya?

Rasanya saya harus buka buku lagi nih! Mencari informasi bagaimana seharusnya saya bertindak dalam menghadapi masalah ini. Apa yang pantas dan tidak pantas saya lakukan ketika mendapatkan informasi seseorang yang meninggal. Hem ... sepertinya diganti saja menjadi "pergi meninggalkan!" Sedikit gatal di hati. 

Saya rasa saya belum "move on" dari beberapa kepedihan di hati. Masih banyak rasa penyesalan. Tapi ah! Sudahlah "Case close!" Tidak usah "menengok ke belakang!" Memang semua sudah jalan kehidupan masing-masing. 

Entah saya kapan? Rasanya kok sudah mulai mendekat. Banyak pr yang nanti ... entah apa akan dilanjutkan oleh anak-anak, karena sampai sekarang mereka belum mau bergerak seirima dengan saya. Baik cara saya menulis di medsos atau di blog ini. Sayang juga kalau sampai tidak dilanjutkan. Semoga Ananda mau melanjutkannya.  Sedikit banyak ilmu saya bisa diserap ... sehingga bisa mengajar untuk teman perempuan lainnya.

Ngomong-ngomong ... apakah diharuskan untuk memberi uang duka cita?

Menjadi rancu ketika masuk ke ranah cuan. Apakah diharuskan? Berapa besaran? Duh kalau pelayat datang tidak berkantong tebal bagaimana? Apakah boleh datang dengan "berlenggak kangkung" ... tanpa "amplop" maksudnya! Apakah ini berlaku buat yang bukan keluarga? Kalau sebagai keluarga bagaimana?

Ada beberapa informasi yang saya baca, uang duka dari para pelayat diberikan langsung kepada yang berduka. Memang sebetulnya ada juga yang menyiapkan kotak sumbangan. Tetapi kadang di salah gunakan. 

Dari info yang saya baca untuk umat muslim ada yang disebut takjiah, memang ada kewajiban untuk memberikan uang duka tujuannya untuk memberikan keringanan untuk keluarga yang ditinggalkan, apalagi ketika banyak pelayat yang datang dan harus diberikan jamuan.

Bagaimana ada tambahan dari para pembaca?

Semua kembali ke diri masing-masing. Yang terbaik sajalah! 


Love, Audy


Share:

0 Comments:

Posting Komentar

AJPena Online Class

Buletin My World

Klik Ikuti - Untuk Cerita Terbaru

Ebook Audy Jo







Klik Gambar Buku untuk Beli
Pembayaran via : CC, Alfamart, GoPay, OVO

Advertisement