Menu

 

Hadiah Natal

 




Sedikit terbengkalai nulis blognya. Padahal ada beberapa moment semua terlewatkan. 
Musti ada kemauan yang kuat untuk menuangkan momen itu.

Seperti kejadian yang baru saja dirasakan. Masih ada keraguan mau menulis. Maju mundur. Mencari kalimat apa yang pantas. 

Sebelumnya minta izin dulu sama Hubby, "Bolehlah saya menulis cerita ini?" Dengan kondisi kami saat itu. Tidak ada larangan sih.

Akhirnya subuh ini terbangun dengan pikiran yang masih menggelayuti.

Sebelumnya saya bercerita latar belakng dulu mengapa saya melakukannya.

Puji Tuhan tahun ini saya dan Hubby mengikuti persekutuan

Dari beberapa kesaksian ada yang menjadi pelajaran hidup bagi kami. Kadang ... khusus nya saya. Hidup ini berkat Tuhan banyak, dan ada yang belum sampai.  Heem ... kalimat harus dipilih yang tidak berkonotasi ke arah negatif. Belajar untuk berkata baik.

Dari kesaksian mereka, ada yang langsung dengan jelas mengatakan saya butuh bantuan, butuh pakaian. celana dan lain sebagainya. 

Hubby berjanji akan memberikan. Tetapi ternyata baju-baju yang pernah saya kumpulkan sudah diberikan kepada saudara yang lain. Yang bisa diberikan hanya celana jeans. Sedangkan kemeja tidak ada.

Namanya juga layak pakai, jadi kalau ada sobek saya rasa kurang pantas. 

Mau beli rasanya harus berpikir dua kali. Kami tidak begitu mudah untuk memakai uang. Pelajaran yang sudah lulus, masih ada sedikit lagi PR. Pemakaian kalimat yang harus sesuai diucapkan.

Enggak tahu kok saya ada pikiran begini ... barangkali minta baju layak pakai dari ibu-ibu di komunitas aja. 
Saya minta izin sama Hubby dan dibolehkan.
Akhirnya keluar juga permintaan saya di komunitas perempuan, dan ada yang merespon. 

Respon itu dari seorang ibu, kita sebut saja Ibu "S", beliau memberikan nomer gawai seorang bapak, saya sebut Bapak "A". Beliau yang kemudian menghubungi saya. Ternyata nomer gawai saya juga diberikan ke bapak tersebut

Dijelaskan bahwa beliau itu teman dalam grup satu komplek perumahan. Info ini saya dapat setelah kejadian ternyata ibu S dan bapak A ini belum pernah bertemu secara langsung, tetapi hanya di dalam komunitas saja secara online. 

Sebelumnya juga ada pertanyaan yang menggeltik di hati saya. 
Apakah ibu S ini sudah lebih akrab dengan bapak  A dalam satu komunitas. Karena ibu S ini sudah bisa memberikan nomer bapak A untuk diperkenalkan dengan saya. Pertanyaan ini akhirnya terjawab di akhir kejadian.

Baca juga : Dapur Ajaib

Begitulah saya perempuan yang plinplan, harus selalu bertanya kepada hubby. 

Setelah ngobrol dengan bapak A, beliau akan memberikan baju-baju yang ada di rumahnya. Saya hanya butuh untuk kemeja dan celana laki, dan saya baru tahu setelah saya sampai di rumah beliau, ternyata kresek itu 
berisi baju campuran. 

Terperanjat juga ketika beliau mengatakan dia ada 12 bungkusan. Waow banyak juga!

Setelah pembicaraan, yang mana saya bilang akan diambil dengan mobil online, beliau mengatakan akan membereskan dulu stocknya. Saya merasa tidak enak juga karena membuat susah beliau. 

Hal ini sudah pernah saya alami, sedikit meleahkan buat saya menyortir satu-satu barang, memilih yang bagus dan layak pakai. Akhirnya keluar kalimat ... santai saja, Pak! Tidak terburu-buru, besok juga bisa.

Wah lumayan juga kalau mau ambil dengan mobil online. Padahal saya sudah bilang.

Sebelum memilih pengambilan barang saya seperti biasa berdikusi dengan Hubby. Berapa biaya yang akan dikeluarkan kalau mau mengambil barang dengan mobil online. 

Kepenginnya sih dengan motor online tetapi dengan banyaknya barang yang saya lihat di foto rasanya tidak mungkin bisa terangkut semua. 

Keesokkan harinya, dapat foto dari bapak A kalau barang sudah disortir dan menjadi 8 bungkusan. Wah mempermudah saya juga. 

Diputuskanlah kami berdua yang akan mengambil. Ya sebisanya saja  kata Hubhy enggak usah delapan bungkus barangkali Ma ... begitu ucapannya. Sebetulnya kalimat ini mustinya saya garis bawahi. Tetapi begitulah saya tertutup "matanya dengan 8 kantong.

Setelah mengambil raport Ananda di sekolah, saya memberitahukan bapak A kalau kami sedang menuju ke rumah beliau dan meminta  lokasi alamat.

Sampai juga akhirnya ...  hari ini panas terik ... pake banget. 

Ketika membuka helm semua basah kuyip oleh karingat. Saya rasa penampilan saya tidak meyakinkan. Hubby tidak membuka helmnya. Ada pertanyaan yang saya sampaikan ke Hubby. "Kalau bertemu orang baru apa harus buka masker dulu enggak? Biar orang baru lihat wajah kita, setelah itu tutup lagi maskernya?" Hubby sih menjawab enggak usah. Tetapi pada prakteknya, saya buka masker ... hehehe. Biar terlihat ekspresi kebaikan saya ... LOL!

Sudah dimana pertanyaan bapak A dan saya menjawab melalui tulisan ada di depan rumah.

Keluarlah wajah dari balik pagar sambil melihat kendaraan yang kami palai. Sambil berkata oh naik motor!

8 kantong sudah ada di depan pintu.

Entah bagimana sampai kalimat apa 4 bungkus kami bisa bawa pak? 

Sebetulnya yang ada dipikiran saya kami coba dulu bawa semua dan diatur di motor. 

Tetapi Hubby berkata 4 bungkus dan kepengin nya barangkali nanti ada waktu sisanya nanti bisa diambil.

Tiba tiba si bapak A bilang tidak bisa. Jadi .. kalau yang saya tangkap bapak A maunya kami bawa semua. Ada alasan yang dibilang beliau akan ke Jakarta. Terus ada teman yang mau datang juga beliau biasanya memberi atau mau mengambil bungkusan. Entahlah saya jadi sedikit hingung akan penolakkan si bapak. Saya tidak bisa bicara!

"Kalau bapak setengah hati saya mau bawa ya enggak apa-apa." kata Hubby. 
"Iya, enggak usah tahun depan saja ya! Nanti kira-kira bulan Juli hubungi saya lagi. Biasanya bulan itu ada baju yang dikumpulkan." ujar bapak A.

Omg!

Saya menjelaskan ke Hubby. Saya rasa maksud bapak A, kita harus ambil semua barangnya. Tetapi Hubby bilang nanti kita bicara di temapat lain. Sambil kami menimggal rumah bapak A.

"Kalau memang beliau berniat mau memberi, pasti diberikan. Saya rasa bapak A akan memberikan kepada temannya yang akan datang dari Jakarta. Dimana-mama orang kalau memang niatnya mau memberi pasti diberi. Apalagi kita cuma minta 4 bungkus dari 8 bungkus. Coba pikirkan. Kalau kita minta lebih dari 8 nah baru boleh bapak itu menolak!" Hubby suaranya sedikit meninggi  karena saya tidak mengerti dengan komunikasi yang telah terjadi dengan bapak A.

Sedikti kekecewaan saya sampaikan ke pada bapak A di aplikasi whatsaapp. Dan dibalas dengam kalimat tidak mengenakan juga. 

Saya merasa saya tidak memberitahukan beliau karena saya datang naik motor.  Hal ini juga menjadi pemikiran Hubby.

"Coba lihat Ma bapak A melihat kita datang dengan motor pandangannya lain. Rasanya kita dianggap orang yang akan menjual barang itu!"

Perkataan yang disampaikan Hubby membuat saya berpikir ulang. Memang begitu tatapan yang saya rasakan ketika kami baru datang. 

Apakah memang tampang kami seperti orang yang mau menjual barang itu? Hal ini memang dibuktikan dari kalimat bapak A. Yang mengatakan, "ini barang bagus-bagus dan campuran ada untuk anak perempuan dan anak laki. Jadi enggak bisa dipilih-pilih.!"

Ya ampun! Kami tidak pernah berpikir mau mengacak-acak lagi. Kami akan terima apa adanya. 
Kami hanya minta 4 bungkus!

Kalau dibilang ada untuk anak perempuan saya langsung terpikirkan untuk anak-anak yang tidak ada baju untuk natalan.

Tidak mau memperpanjang akhirnya saya meminta maaf untuk kajadian yang ada. 

Saya rasa bapak A juga tidak menggubris dan membaca kalimat yg saya tulis. Karena terlihat dari  centangan tulisan yang tidak berubah warna biru.

Jadi hikmah apa yang saya dapat? 

Tetap bersabar. Kalau mau memberi , beri dengan sukacita tanpa paksaan. Kalau mau menabur jangan milih -milih. Dan jangan dengan gampang mengucapkan, "Tuhan memberkati!" 



Love, Audy 











Share:

0 Comments:

Posting Komentar

AJPena Online Class

Buletin My World

Klik Ikuti - Untuk Cerita Terbaru

Ebook Audy Jo







Klik Gambar Buku untuk Beli
Pembayaran via : CC, Alfamart, GoPay, OVO

Advertisement