Ketemu Healthy Food

 


Ceritadiri.com

(2/9/21)

Pagi tadi.

Share:

Caranya Bagaimana, Ma?

 


Semoga ANAK-ANAK lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan ANAK-ANAK perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana!


Ceritadiri.com ~ Zoom pertama kali di masa perkuliahan Fakultas Desain dan Tehnik. 

Share:

Mengupgrade Diri Menerima Tanggung Jawab

 


Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. 



Masa Pandemi belum berakhir, PPKM masih diperpanjang sampai 6 September. Duh! Lama banget.

Belum dapat info level PPKM kota Bandung  berapa ya?

Perasaan bosan ... hari ini sudah mulai bisa diatasi. Sudah beberapa hari rasanya mau melakukan sesuatu  malas. Hanya mau berbaring nonton saja. 

Ada kekuatan baru hari ini. Mulai menata kembali talenta yang sudah Tuhan berikan. 

Menghubungi kembali tempat awal  belajar menulis grup yang penuh dengan perempuan yang strugle. Meyampaikan keluhan dan bagaimana jalan keluarnya.

Wow PTL sangat cepat jawaban yang diberikan dan jalan keluarnya. Aih keren. Jadi sedikit malu juga karena kalau dibandingkan sang mentor,  beliau lebih strugle menghadapi persoalan.

Bermula dari sakit dan masuk rumah sakit di awal tahun. Semua perjalanan mentoring menjadi menurun. Apalagi masalah yang datang bertubi-tubi datang. Rasanya keinginan untuk berkarya menurun 50%. 

Enggak ada yang memberikan kekuatan karena semua masalah dipendam sendiri tidak dikonsumsi untuk orang lain.

Bawaan diri melankolis terus. Menyedihkan. Tanpa kekuatan untuk melawan keadaan yang ada.

Sedikit demi sedikit mulai "berdiri" walaupun masih sedikit goyah. Terpaan datang lagi. Setelah masalah hubby sekarang masalah anak dalam mengatasi adaptasi di lingkungan barunya. 

Dengan ramainya pemberitahuan semua harus vaksinasi menjadi masalah tersendiri juga bagi kami sekeluarga khususnya untuk diri ini.

Dengan kondisi yang belum "pas" rasanya sudah mulai beradptasi dengan cuaca yang dingin. Hampir 12 tahun  hidup di daerah panas sekarang di daerah dingin. Rasanya ingin "menjentikkan ibu jari" dan mengucapkan sim salabim semua berubah. Kalau kedinginan ingin sedikit kehangatan. 

Sudah hampir 5 bulan, rasanya badan sudah mulai bersahabat dengan udara yang dingin. Dari baju 4 rangkap plus celana panjang, sekarang sudah mulai berani hanya satu rangkap. Walaupun demikian celana panjang masih sering dipakai karena setiap subuh kaki suka kejang sendiri kalau kedinginan.

Oohh ....

PTL kondisi Hubby dan sulung tidak ada masalah sewaktu vaksinasi pertama, semoga vaksinasi kedua semua lancar.

Untuk diriku karena banyak "PR" merahnya, sudah mendapat lampu hijau dengan surat sakti dari dokter kalau boleh di vaksinasi. Tetapi sampai saat ini belum dapat tempat untuk vaksinasi karena si kecil mau bersama-sama ikut di vaksin.

Mencari informasi kesana kemari belum menemukan tempat vaksinasi yang pas dengan umur mulai 12 tahun. Kalaupun ada harus isi link. Ada yang on the spot tapi pas di datangi antrian sudah panjang. Ah untuk kekuatan diri sudah tidak bisa antri panjang lagi karena asupan makan yang dibatasi dengan waktu. Jadi semua takaran harus dibatasi sesuai anjuran ahli gizi.

Kalaupun mau pergi dilihat waktu yang paling sesuai dengan pola makan supaya tidak kelaparan membabi buta.

Akhirnya ... label sebagai mentorpun di cap sah! Dimasukkan ke grup  Mentor Hebat, sedikit merasa ada tekanan di diri. Tapi semua dilawan, "aku bisa!" gumamku.

Surprise ... sebagai mentor yang sah ada fee yang bisa diterima. PTL. Akhirnya dapat merasakan hasil kerja sendiri. Exciting!

Semoga tanggung jawab yang diterima bisa berjalan dengan lancar. Di dalam grup mentor juga welcome untuk teman baru.

Semoga kelas E-book lancar dan sesuai dengan ekspektasi.



Love, Audy

Cuap-cuap Akoe 

All about me


Share:

"Beranak Cuculah, Penuhi Bumi"



BACA JUGA DI KOMPASIANA


 

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." 


"Child free" versus "Beranakcuculah"

Kalau mau dibilang salah atau benar tergantung dari sudut pandang mana. Dilihat dari agama yang aku anut ada tertulis "beranak cuculah dan penuhi bumi".  Tetapi kalau dilihat dari kenyataan yang ada jaman sekarang, menurut aku yaa ..., kebanyakan pasangan muda prioritasnya berbeda. Lebih "getol" mencari uang ga mau ribet mengurus "keluarga". 

Mencoba melihat "kebelakang" pernikahan indentik dengan menghasilkan keturunan. Kadangkala pasangan yang baru menikah pasti ditanya "kapan punya anak?"

Ah ... seperti pengalaman diri saja. 

Bukan karena pasangan angkatan lama yaa hehehe. Keadaan yang memang terjadi karena kondisi untuk saat itu belum, bukan tidak mau memiliki anak. 

Awalnya hanya ingin menikmati berdua saja. Maksudnya santai saja. Tetapi karena masih dalam lingkungan keluarga yang tradisional mau enggak mau setiap bertemu keluarga inti ataupun keluarga besar ucapan pertama saat bertemu "kapan punya anak?" Satu kali, dua kali, tiga kali ucapan itu seperti angin lalu. Tetapi kalau pertanyaan itu sering datang, namanya "angin badai" di dalam hati.

Akhirnya ..., berusaha untuk mendapatkan. Di dalam perjalanan tidak mudah juga.

Sampai diambil keputusan ya sudah! Hidup berdua saja banyak keponakkan dianggap anak yang bisa diurus. Hidup berdua lebih asyik, bisa jalan kemanapun tanpa bingung dengan adanya "buntut" serasa "bulan madu" terus. Mau pulang malam juga ga masalah.  Kalaupun dimasa tua ga ada yang mengurus masuk saja panti jompo, beres ..., yang penting ada uang bisa bayar.

Jadi ... garis besarnya punya anak itu memerlukan biaya dan waktu yang dicurahkan. Membuat kebebasan secara pribadi hilang. 

Enggak bisa menyalahkan juga untuk anak-anak jaman sekarang yang memilih untuk tidak memiliki keturunan. Apalagi keputusan diambil bersama bukan salah satu pihak saja. Enggak masalah buat mereka berdua. Masalah besar biasanya ada di dalam keluarga besar kedua belah pihak. Kerinduan "Oma dan Opa" untuk melihat keturunannya berlanjut, melihat rupa "sang cucu" idaman. Walaupun kadang di mulut mengiyakan keputusan yang diambil anak menantu tetapi di dalam hati siapa tahu.

Tetapi rencana manusia berbeda dengan rencana Tuhan. Bagaimanapun caranya penolakkan itu tidak bisa membendung apa yang akan diberikan Tuhan.

Tidak bisa ditolak,  mengucap syukur untuk pemberian dua buah hati yang ganteng dan cantik.



Love, Audy

Ceritadiri.com



Share:

Nah AKU Kasih Jendela





Karena ketika suatu waktu aku melihat-lihat, dari kisi-kisiku, dari jendela rumahku, 



"Hati-hati dengan setiap ucapanmu"

Begitu kira-kira nasehat dari orang tua atau pembimbing rohanimu alias Gembala pembina di gereja.

Namun dalam prakteknya kadang semua terlupakan, karena begitu cepatnya pola berpikir untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

Seperti tersentak ... ketika pagi ini duduk di depan jendela besar kamar tidur. Menghadap pemandangan Kota Bandung yang penuh sesak. Gedung tinggi terlihat seperti berantakkan dimana-mana.

Seperti ada yang mengingatkan 

"Nah! Sekarang Aku kasih jendela untukmu!"

Woww ... suara itu jelas terngiang di telinga dan juga mengingatkan doa yang sering aku naikkan. "Ah coba ada jendela ya buat lihat pemandangan dari kamar."


***

Duh lagi nulis tiba-tiba emosi datang. Ada suara yang menjelekkan anak lelakiku. Mengeluarkan emosi, ngomel sebentar sambil mewek. Ah tarik nafas dulu ... lanjut.


 ***

Memang kondisi kamar yang lama di rumah BSD tidak ada jendela dengan pemandangan. Adanya jendela dengan nakas bukaan menghadap dinding yang menghirup udara dari asap dapur di bawahnya.

Walaupun begitu masih bersyukur karena bisa mengalihkan perhatian dari meja kerja memandang keluar melihat barang yang ada di lantai bawah.

Kondisi seperti ini yang suka bikin berandai-andai sambil mengadu kepada Yang Di Atas.

Akhirnya ....

Sekarang duduk di jendela yang diinginkan. Tetap saja sebagai manusia masih ada kondisi dirasa kurang. 

Bersyukurlah ....



Love, Audy

Cuap-Cuap Akoe 




 

Share:

Akhirnya ... Vaksinasi pertama.

 




"Untung saja ... cuek aja kita turun ke bawah." Begitu kira-kira sepotong cerita seru yang dilontarkan sang suami ketika mau di vaksinasi.

Sudah beberapa bulan di tempat yang baru, daerah yang udaranya beda banyak persiapan yang perlu dibenahi. Mulai dari adaptasi kondisi badan, makan, pola tidur, kebiasaan baru semua harus disesuaikan dan running well. 

Apalagi mulai dari awal dalam hal kesehatan. Berkas-berkas riwayat kesehatan tidak ada di Rumah Sakit manapun. Memindahkan BPJS membutuhkan waktu. Daftar Rumah Sakit untuk pegangan, sekalian dokter yang menangani harus hapal dengan kondisi badan. Capek mengulang dari awal ... bercerita lagi ... terus menerus. Rasanya berat tapi apa boleh buat harus dilakukan. Dari hasil raport merah sampai akhirnya dapat surat boleh vaksinasi.

Setelah semua berjalan baru mulai melihat keperluan yang lain, seperti vaksinasi ini.

Ikut daftar di dekat rumah, tidak ada quota. Sampai diajak saudara tidak dapat juga. Mau daftar yang tanpa antri minta KTP kota ih kok! 

Ternyata tidak mudah mau di vaksinasi.  Dapat link pertama. Sejak mulai daftar ditolak karena quota penuh. 

Masuk link kedua di tempat yang sama dan berhasil.

Dapat di tanggal 24 kemaren pukul 16 persiapan sudah dilakukan. Info dari yg pernah vaksinasi di tempat ini harus persiapan minum dan makan.

"Coba cek dulu kok ada info suruh datang!" Suami minta di cek WA nya karena ada info terbaru.

WA tempat daftar dengan link pertama ternyata ... tiba-tiba nyuruh datang karena bisa vaksinasi. Pertama bingung kok bisa mendadak. Ternyata ya .... Ada dapat info dari IG tentang "vaksinasi dimana" kalau ada pak menteri yang datang kesana dan sepi, jadi tiba-tiba mengundang yang sudah ditolak weleh ... weleh... memangnya semua orang pada santai pas dapat undangan mendadak.

Yang bingung tuh ... kan sudah dapat jadwal di link yg kedua, dan dapat jadwal tanggal dan waktu kok bisa suruh datang. Sampai sekarang ga habis pikir.

Jadi dari link pertama diundang dan dijadwalkan tgl. 26 untuk Vaksinasi yang mana tanggal 24 sudah terdaftar melalui link kedua untuk vaksin. Hihihi bingung engga bahasaku .... Aku juga bingung  hehehe.

Jadi diabaikan saja info dari link pertama yang awalnya sudah menolak karena quota ga ada.

Ajaibnya pada tanggal 24 sesuai daftar di link kedua hampir saja ditolak. 

Dimana-mana kalau diundang sudah harus siap dan datang sebelum acar dimulai benar enggak? Dapat jadwal pukul 16 otomatis dari rumah pukul 15 karena tidak terlalu jauh tempatnya dari rumah.

Di gerbang pintu masuk dicegat sama sekuriti, "Pak vaksin sudah habis jadi datang besok lagi!" Bengonglah terkaget dong! Wong jadwal pukul 16 kok jam 15:30 ditolak buat vaksinasi. Untung  ... masih ada untungnya. Suami ambil inisiatif " saya coba cek dulu ya pak kebawah!" Gedung Ganesha memang terletak seperti dilembah kalau dilihat. 

Sambil bertanya di sekitar gedung dimana tempat vaksinasi. Sepi ....

Akhirnya ketemu tempat vaksinasi itu. Enggak ada orang tambah bingung deh. Bertanya kepada petugas yang sudah pada santai. "Saya mau Vaksinasi dapat pukul 16 bagimana?" Begitu kira-kira pertanyaan suami. "Bapak dari komunitas atau umum?"

Dijawab dari "umum"

"Sebentar di cek dulu!"

Info yang didapat dari suami kok panitia seperti sudah tidak ada. Dan rata-rata seperti tidak siap, karena sewaktu pencatatan saling bertanya "ini nyatatnya bagaimana, terus gimana bla ... bla ...

"Silahkan bisa, Pak!" Tiba-tiba dari petugas mempersilahkan suami dan anak yang besar boleh vaksinasi bersama empat orang lainnya yang memang jadwal pukul 16.




Akhirnya selesai juga vaksinasi dengan tidak ada kendala setelah di observasi 15 menit.

Hanya ada sedikit tidak berkenan dengan cara pelayanan panitia yang ada mulai dari penjaga pintu di awal kedatangan sampai petugas yang memeriksa. 

Kenapa bisa dibilang begitu? Setahuku sewaktu cek tensi harus mengulang beberapa kali. Ini hanya satu kali dan tensi suami 160/100 mereka mengasumsikan "capek ya habis jalan, Pak?" So ... mustinya suruh istirahat dulu sebentar biasanya untuk diambil tekanan darah lagi beberapa menit kemudian. Nah di sini yang tidak. 

Bersyukur kedua yang terkasih tidak ada masalah. 

Semoga kita selalu sehat.

Giliran sang cewek-cewek jadwal vaksinasi. Lihat faskes yang bisa menerima Ibu dan anak.



Love, Audy

Cuap-cuap Akoe 

Share:

Wadah Masker Bolak Balik Tanpa Tali




Akhirnya ...

Model masker kain warna biru jadi juga. Walaupun tangan ini suka nakal hehehe maksudnya suka kebanyakkan ide yang mau dilakukan. Padahal sudah ada cara buatnya, tinggal ngikutin aja. 

Di "kepala" suka bertanya kalau "jalan" begini gimana? Jadinya bagaimana. Sudah mau selesai ternyata harus dibongkar lagi karena "jalan" baru salah. Iihh!

Kalau sudah ketemu selahnya cepat 20menit juga sudah beres. Pertama buat butuh beberapa menit karena belum tahu. Perlu beberapa kali setrika yang ternyata tidak perlu disterika, kecuali kain kusut banget yaa.

Ada kendala sedikit sewaktu sudah jadi. Masker kain tidak menempel dengan kencang di wajah. Tapi ah pengen gaya modis hehehe ....

Yuk buat :

1. Ambil masker yang cocok sama kita.



2. Lipat dua

3. Lebarkan 

4. Jiplak di kertas gambar bagian mukanya.



5. Untuk sisi tinggal diberi titik saja.



6. Hubungkan titik tersebut.




7. Gunting

8. Taruh di pola. Perlu 2 pola untuk depan belakang.

9. Tambah nat 1cm untuk jahit



10. Tindas pakai karbon di bagian jelek kain. Supaya rapih jahitannya. (Kalau aku ga suka mengulang dua kali kerja)



11. Jahit pinggiran

12. Jahit celah terus dibalik

13. Sisipkan di bagian yg bagus.


Untuk bagian celah :

1. Jiplak bagian sisi belakang masker. Lebih kurang 3cm nanti taruh dilipatan kain.

2. Butuh 2 lipatan untuk kiri dan kanan.








Ah susah jelasinnya 😆

Lihat u tubenya yuk!





Selamat mencoba


Love,  Audy

Ceritadiri.com

Note:

Dapat ide nih sebelum di balik, utk pinggiran dikasih karet elastis. Jadi pas dibalik pinggiran agak berkerut.



Share:

Vaksinasi atau Enggak Vaksinasi?



"Enggak jadi lagi!"

Teriakan menggema di ruangan sepi ketika dapat kabar kalau adikku tidak bisa divaksinasi.

Kalimat yang sudah beberapa minggu jadi pembahasan kenapa bisa terjadi. Banyak jawaban dari alasan kenapa tidak bisa divaksinasi.

Begitu juga dengan keluarga kecilku. Mulai dari anak yang paling kecil. Dua hari sebelum di vaksinasi muntah. Dengan riwayat kondisi seperti itu dilarang vaksinasi.  Dalam lima hari atau seminggu sebelum vaksinasi harus sehat tidak ada gejala sakit. Akhirnya batal ikut vaksinasi.

Di keluarga besar yang sudah vaksinasi terus menerus mendorong harus cepat vaksinasi. "Concern about our mother" begitu alasan mereka. Ya sudah kalau begitu yang belum vaksinasi ga usah ketemu dulu dengan yang sudah vaksinasi. Untung rumah berlanti dua. Ambil waktu untuk tidak bertemu dengan yang sudah di vaksinasi. Wey ... ada kalimat ga enak lagi didengar "itu tuh diam terus di kamar enggak turun-turun!" Kalau udah gini mau jawab gimana? Cape deh! Hehehe untung ada tempat curhat ya di sini.

Mengurus mau vaksinasi bikin emosi juga. Suami yang ga biasanya komentar jadi ikutan.

"Katanya" semua penduduk harus vaksinasi, tapi ya kok susah ya. Mau masuk mal harus tunjukan data diri kalau sudah divaksinasi.  Jangan sampai mau beli keperluan sayur mayur di pasar harus tunjukkan data diri sudah di vaksinasi. Ih jadi menyedihkan! 




Dapat dari saudara "ada nih di BRI. "Di daftarin yaa." Ditunggu-tunggu enggak ada kabar. Alhasil habis quota. Weh!

Mau daftar puskesmas terdekat, habis quota juga. Setiap jumat jadwal vaksinasi, ampun ... penuh sampai kejalan. 

Putus asa? Enggaklah.

"Sebelum vaksin yang komorbid cek dulu!" Ketemu hasil lab semua merah. "Belum boleh divaksin ya, Bu!" Ah "memble".

Rasanya semua badan di guncang dengan pola yang baru. Memperbaiki "raport merah" dari laboratorium. Kok diri ini merasa "tersiksa" hanya karena sebuah vaksin.

Sesak di dada, tetap saja harus diterima untuk mencapai tujuan utama. Walaupun saat penulisan ini masih belum daftar lagi karena menunggu giliran.

Dari sisi cerita di keluarga yang merasa sehat badannya ada kendala tersendiri. 

Mendaftar vaksinasi di kampus yg keren bingit pas daftar ulang malah tidak masuk. Ceritanya quota habis begitu. Infonya juga system bermasalah. Sebagai orang awam "diiyain" ajalah. Dalam kenyataannya ketemu keanehan sewaktu dapat link terbaru untuk daftar lagi bagi yang waiting list.

Di Daftar link yang baru ternyata quota untuk tanggal 20 Agstus masih bisa dipilih. Sedangkan pada link awal quota sudah tidak ada untuk tanggal 20 Agustus. Tetap sebagai warga negara yang baik enggak mau berpikir negatif.



Adik yang dapat jatah untuk vaksinasi pukul 16:00 sepertinya sudah siap. Berangkat tanpa berpikir apa yang akan terjadi di tempat vaksinasi. Ternyata ....




Pilihan jam vaksinasi tidak ada pengaruhnya. Yang dipikir dapat jadwal pukul 16:00 sudah pasti vaksinasi dapat jadwal segitu eh ternyata ... nama besar tidak menjadi jaminan. 
Kalau mau disandingkan dengan nama besar, mustinya system canggih bekerja ini kembali ke model jaman "batu".
Antri menunggu 2 jam dengan rasa lapar dan jengkel. 

Fungsinya barcode buat apa?

Sampai pada gilirannya ditensi 200/102 sampai 3x dicek ulang. "Tidak bisa vaksin, Bu!" Jadi ditunda dan bisa datang tanpa antri lagi untuk vaksinasi. Akhirnya kembali kerumah untuk memperbaiki kondisi yang ada. 

***

Kalau diingat sewaktu keponakkan vaksinasi dari sekolah, yang diselenggarakan Kosdam Siliwangi III jalan Halmahera Bandung sangat cepat pelayanannya walaupun dibedakan per grup tapi cepat banget mulai dari awal sampai obeservasinya, untuk semua grup bukan satu grup saja. Hem ... apa karena dari tentara yaa?

Kalau dilihat dari proses mau vaksinasi kok bikin jadi baper. Barangkali dari umur pengaruh juga. Beda dengan yang masih muda dan kuat. Terus kalau udah gini pengen juga tuh vaksinasi di Kimia farma yang berbayar, enggak pusing mikiran jadwal kedatangan yang diatur dan antrian yang panjang. Suka-suka saja datang kesatu tempat untuk langsung divaksinasi.
Ah dimana tempat vaksinasi seperti  itu? 




Love, Audy 
Ceritadiri.com

Pic. Pixabay
Geralt-Korona injeksi
Pixundfertig-Vaksin






Share:

Apa Saja Bisa Dilakukan Sebagai Ibu Rumah Tangga

 




Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata. 

 


Dapat kiriman buku dari mentor Blogger ceritanya seru juga. Dengan cover berwarna pink lucu banget.

Dibuka dan dibaca bikin mewek juga. Ternyata yaa ... cerita kehidupanku tidak lebih berat dari cerita di buku itu. 

Buku dengan judul "Ibu Rumah Tangga, Bisa Apa?" Karya Malica Ahmad, dkk. Berisi tentang para ibu yang dengan kesadaran sendiri berganti profesi menjadi ibu rumah tangga biasa. Punya jabatan tinggi di kantor dengan  gaji yang lumayan. Sudah punya "pegangan" kalau kata ibundaku.

Sama dengan yang aku alami. Sudah kuliah sekretaris dan punya posisi eh ... ditinggalkan karena ingin punya momongan.

Ternyata setelah lepaskan pekerjaan momongan belum juga hadir. Sepuluh tahun berlalu. Pengangguran .... 

Di masa "pengangguran" mencari uang dengan menerima jahitan. Di masa itu termasuk cukup buat diri sendiri.

Apalagi ibunda sering kasih nasehat "kalau jadi anak perempuan itu harus ada 'pegangan', jadi kalau ada apa-apa bisa hidup mandiri."

Walaupun dalam kenyataannya sekarang ini masih jadi ibu rumah tangga dengan segudang aktifitas melalui gadget, bersyukur menikmati saja keadaan yang ada.

Setiap perempuan ada masalahnya sendiri. Tidak bisa disamakan. Kadang melihat perempuan lain suka berkomentar "ih kenapa sudah dapat kerja enak ditinggalkan. Padahal banyak yang susah cari kerja." 

Bersyukur untuk suami yang mau mengerti keadaan pasangannya. Tetap mensuport keinginan para istri untuk tinggal di rumah mengurus keluarga.

Jadi teringat janji sewaktu menikah. "Dalam saat sakit, susah, senang akan kita lewati bersama."

Semangat Mama.




Love, Audy

Ceritadiri.com

All about me

Share:

Kamera Action ... Yuk Petak Umpet!

 



Apa lomba lari karung atau lomba kelereng? Semua juga bisa karena lahan buat lomba bisa dipakai di parkiran mobil depan rumah.

Kalau anak-anak masih kecil mau diajak lomba apa saja. Yabg paling seru lomba makan kerupuk hahaha lucu. Anak yang paling kecil enggak ngerti peraturan jadi kalau kerupuk belum habis enggak berhenti. Entahlah bertambahnya umur lebih sulit mengajak mereka berlomba.




Untuk umur sekarang biasanya diajak main catur  dan hadiahnya sudah bukan berbentuk barang tapi lembaran si "merah" yang bisa bikin semangat. 

Kepikiran sih ngadain lomba main bulutangkis kan masih kerasa keramaiannya. Kayaknya seru juga. Keluar keringat sambil tertawa keras. Kegelian terjadi kalau cock yang tidak bisa dipukul alias melenceng. Lol.





Kalau enggak main petak umpet seperti ini seru kayaknya. 

Caranya gini nih:

1. Nyalain kamera di Handphone pakai standing
2. Set timernya 5 detik
3. Push button
4. Berlari sembunyi.
5. Nah yang kelihatan di kamera dapat hukuman.

Seru yaa. Hehehe boleh dicoba nih gaya tik toknya Lee Si-Young.

Cari tempat yang bisa untuk sembunyi tapi jangan terlalu banyak barang juga. Biar bisa berebutan untuk mencari tempat sembunyi.

Belum main udah ketawa sendiri. Sudah ngebayangin kelucuannya kalau main petak umpet ini.

Yuk coba!



Love, Audy
Ceritadiri.com




Share:

AJPena Online Class

Cerita Lain di Blog

Buletin My World

Klik Ikuti - Untuk Cerita Terbaru

Ebook Audy Jo







Klik Gambar Buku untuk Beli
Pembayaran via : CC, Alfamart, GoPay, OVO

Advertisement